21 Desember 2010

Perempuan Perantau, Perantau Pisau

Yang paling menyedihkan jadi perantau adalah ketika rindu dan sakit. Ketika rindu, hanya bisa mendengar suara dan memandangi potret yang hilang derit. Ketika sakit, senantiasa berdoa: Tuhan, jangan belit nyawaku di kota orang.

Entah kenapa jika membaca, menulis, mendengar, dan menyebut kata Ibu, saya terharu, gemetar, dan menitiskan air mata.

Aku yang diterbangkan angin nasib seolah memanggul kayu di pundak. Kutempuh jauh jarak dengan merangkak, memunguti butir-butir cahaya yang jatuh dari langit ketujuh.

Dulu aku pernah mengunduh bintang dan matahari untuk Ibu. Tapi jemariku melepuh, jemariku beranak pinak jadi dua puluh. Lalu Ibu memegang jemariku dan berkata, "Sudahlah nduk, tak usah susah unduh bintang dan matahari untuk Ibu. Cukup kau kecup peluh Ibu."

Dalam jaga dan tidurku, aku melihatmu, Ibu, menunggu kepulanganku di beranda rumah smabil mengasah pisau. Pisau buat menyembelih leher liat rindu. Jangan membawa keranda dalam kepulanganmu.

Ibu, sunyi-sunyi gesekan pisau dan batu asah itu seolah menujah-nujahku. Darah yang bersimbah di lantai kamarku menguapkan aroma daun pandan tubuhmu, wangi santan kelapa rambutmu, harum kesturi mulutmu.

Anakku, jika kau telah tiba, pisau ini akan menyayat urat nadi. Sejak pagi sampai malam hari ia menanti Ibu lelap. Ia membuka pelan-pelan pintu kamar. Mengendap-ngendap dengan mata lapar. Tapi tiba-tiba Ibu terbangun. Dan meletakkan kembali pisau di dapur.

Tidakkah kau seperti aku? Diliputi bayang-bayang di genang kenang. Serupa langit memanggil cahaya: Ibu.
Aku rindu engkau, Ibu.
Kalau engkau mata air, akulah air matamu yang mengalir.
Engkau mata air yang tak henti aku timba, kukuras untuk keperluan sehari-hari: mandi dan mencuci, minum dan memasak lukaku, membasuh bebuahan dan sayur mayur, berwudlu, juga untuk memandikanmu kelak kala engkau meninggal. Itulah mata airmu, Ibu. Dan jika aku meninggal, kumandikan jasadku dengan air mataku sendiri.

Akulah air matamu. Air mata yang kualirkan untuk cinta yang tak kuasa kubalas, tak kuasa kubayar dengan segala yang ada dalam tas. AIr mata yang kutumpahkan saat mengingatmu, yang tertawa bahagia melihatku dulu.

Kau melahirkanku dengan senyum, berharap aku menjadi bunga yang harum. Jika kau petani, kau harapkan aku jadi menteri pertanian. Jika kau buruh cuci, kau harapkan aku jadi juragan. Jika kau pelacur, kau harapkan aku jadi gubernur. Jika kau pengemis, kau harapkan aku jadi dermawan yang manis. Jika kau penjual kayu di pasar, kau harapkan aku jadi saudagar. Jika kau guru, kau harapkan aku jadi mahaguru. Jika kau sinden, kau harapkan aku jadi presiden.

Kau besarkan aku dengan air susumu sampai dadamu tipis dan air susumu habis. Kau tetap menyusuiku dengan air mata yang kauadon dengan embun pagi. Dan jika air matamu kemarau, kau berlari-lari mencari mata air di celah-celah bebatuan, di sela-sela akar kayu, di sempit dedaunan, di selebar langit. Kau tak menjerit saat tubuhmu melepuh oleh terik matahari, kakimu tertusuk duri, tersandung batu, tertembus kerikil tajam, tergores ilalang. Kau tetap menerjang setiap penghalang. Luka dan duka kau bawa berlari. Pedih dan perih kau rasakan sendiri. Kau masih mencari secangkir, sekendi, segentong air untuk menghapus hausku.

Kukenang bagaimana Siti Hajar berlari-lari mencari setetes air dari Bukit Shofa ke Marwa tujuh kali putaran. Ia sabar dengan cuaca kasar demi buah hatinya, Ismail. Ia tak peduli kaki tertembus kerikil. Ia tetap melangkah dalam lelah dan peluh yang luluh. Sampai Ia peroleh mata air dari jemari Ismail yang mungil.

Di mana ada kemauan, pasti tersedia jalan. Itulah sabda yang ingin kau tanamkan dalam dadaku. Semua keinginan akan terpenuhi jika ada kemauan. Segala harapan akan tergapai jika ada kemauan. Setiap impian akan terwujud jika ada kemauan. Bermacam cita-cita akan tergenggam jika ada kemauan. Kemauan adalah pintu menuju kajayaan. Kemauan adalah jendela menuju kemakmuran. Tiada kemauan, tiada kemenangan. Tiada kemauan berarti gagal total sebelum melangkah. Kemauan adalah modal awal untuk menapak menuju puncak. Kemauan adalah cahaya dalam gelap gulita. Kemauan adalah separuh kesuksesan.

Setiap pagi kau tuang secangkir cinta, segelas kasih, semangkuk sayang ke dalam mulutku. Sebagai bekal mengail ikan-ikan di sungai kehidupan.

Setiap siang kau menjelma serimbun pohon. Kau memayungiku dari sengat api matahari. Rimbun daunmu menenduhkan tubuhku. Buahmu mengeyangkan perut laparku. Tubuhmu berpeluh, tubuhmu melepuh. Dan aku tertidur pulas dikipasi angin semilir. Peluhmu mengalir. Mengalir dan mengalir.

Kala malam kau tambal robekan perjalananku. Kau jahit luka-luka di sekujur tubuhku. Luka itu mendewasakanmu. Kau basuh dukaku yang basah dan kau balut dengan munajat doa-doa berkah. Doa itu meng'ada'kanmu. Kau letakkan kepalaku di pangkuanmu. Lalu kau selimuti aku dengan bacaan ayat-ayatNya. Aku tidur mendengkur. Terlelaplah aku. Dan kau berjaga-jaga denga tegap dari serangan nyamuk-nyamuk terkutuk.

Ketika subuh kau mengunduh embun di rerimbun daun. Menampungnya ke dalam cangkir-cangkir. Lalu kau alirkan ke mulut hausku. Dam kau minum air mata dan keringat yang melekat di tubuhmu.

Kapan kau tidur, Ibu?? Maafkan anakmu yang belum mampu menjadi kasur dengkurmu.
Ibu memberi nasi, juga menyemai padi.
Ibu lahir, melahirkan dan membesarkan anak-anaknya dengan susah bertambah susah. Mari kita lihat ibu kita. Pagi-pagi buta ia bangun. Menanak nasi. Membangunkanmu. Memandikamu. Menyuapimu. Mengantarmu ke sekolah. Mencium kedua pipimu. Lalu memikul kayu menuju pasar. Ditukarnya dengan beras dan bebuahan segar.

Kau besar. Tegakah kau menamparnya, menghardiknya, melemparnya ke panti jompo? Relakah ibumu menderita, sengsara, dan menyikut sekeping kedermawanan dari tangan iba manusia? Tegakah? Relakah??

Ibu, jika kau tega, robek mulutku.
Mulut yang membuat air susumu surut.
Ibu, jika kau tega, koyak perutku.
Perut yang membuat tubuhmu susut.
Ibu, jika kau tega, tusuk dagingku.
Daging yang membuat kulitmu keriput.

Kutuk aku jadi batu, Ibu.
Jika itu sebagai bukti baktiku kepadamu.
Kutuk aku jadi batu, Ibu.
Jika itu sebagai jalan menuju surga di telapak kakimu.
Kutuk aku jadi batu, Ibu.
Jika itu satu-satunya syarat mencuci dosa-dosaku padamu.
Kutuk aku jadi batu, Ibu.
Demi hatimu yang tak henti kusakiti.
Kutuk aku jadi batu, Ibu.
Demi mata air air matamu yang selalu kukuras.
Kutuk aku jadi batu, Ibu.
Demi membayar hutang-hutang tunas kasihmu yang tak kuasa kubayar lunas.
Kutuk aku jadi batu, Ibu.
Demi mantra-mantra dan doa-doa yang kau langitkan.
Kutuk aku jadi batu, Ibu.
Aku tak tahu bagaimana cara mencintaimu.
Kutuk aku jadi batu, Ibu.

Aku ragu dengan segala yang kumiliki dalam membahagiakanmu.

Layak kuproyeksikan Ibu bagai sebatang tebu. Tebu itu kita kupas, kita kerat, kita peras. Ibu hanya menerima luka, sedang kita menikmati gula.

Jelas kulukiskan Ibu seperti bumi. Bumi itu terhampar ikhlas. Bumi sebagai wadah untuk menaruh benih-benih yang kiya muai. Bumi sebagai lahan untuk menanam bibit-bibit tanaman yang kita ingini. Bumi yang tabah terhadap cuaca yang marah. Bumi yang sabar terhadap perlakuan kasar. Bumi yang tergar terhadap musim yang gegar.

Benih-benih pun tumbuh. Ada yang jadi bunga, duri, ilalang. Namun semua kau asuh. Tak ada dari mereka yang kau lebihkan dan kau sisihkan. Anak-anakmu dapat jatah yang sama. Terkadang anak-anakmu nakal dan usil mengambil jatahmu. Kau tak marah walau anak-anakmu suka bikin ulah. Anak-anakmu tertusuk onak duri, kakimu yang berdarah. Anak-anakmu dipeluk bahagia, pelupuk matamu mengalirkan air mata.

Ketika anak-anakmu sudah besar pun tetap menjadi benalu. Benalu yang tak punya malu. Menggerogoti tubuh rapuhmu. Memeloroti kasih ringkihmu. Menguliti daging doa lunglaimu. Kau tabah dan tak mengusir anak-anakmu. Malah menyisir rambut-rambut kusut anak-anakmu.

Ibu, berdosakah jika ada anak yang ingin mengawinimu? Seperti Sangkuriang kepada Dayang Sumbi? Mungkin itu salah satu cara mencintaimu? Ibu, berdoakah jika ada anak membunuhmu karena ingin mengakhiri penderitaanmu? Ibu, berdosakah, berdosakah, berdosakah??

Beribu kali aku menyakiti Ibu, sejuta kali Ibu mengampuni. Beribu kali aku membenci Ibu, sejuta kali Ibu mencintai. Seribu kali aku menyengsarakan Ibu, sejuta kali Ibu membahagiakanku. Ibu begitu rela dengan segala kelakuan anak-anaknya. Ibu menerima segalan yang menimpanya. Dialah yang lebih dulu bersedih kala aku tertindih duka. Dialah yang lebih dulu bersedih kala aku tertatih-tatih letih menyapih luka. Dialah yang lebih dulu berdarah kala aku jatuh. Dialah yang lebih dulu menanggung malu kala aku berbuat dosa. Ibulah yang lebih tahu akan riak ombak kegundahanku.

Aku mengisak. Jemariku menari menulis sajak. Ibulah guru sajak. Sejak kecil aku diajari mengabadikan yang retak. Ambil pensil dan tulis tangismu, nak.

Sajak adalah tungku Ibu
Tanak sesak jadi enak
Kayu mengabu, ajak aku pada debu

Sejak kanak menulis sajak
Kelak bijak bajak tangis dan koyak

Sesak selayak onak
Jadikan sajak sabagai sanak
Sejenak jenaka membagi semak

Oh hidup tak seindah kecupan pertama
Pohon roboh dibelai angin lembut.
Oh hidup tak seelok pinggul gadis
Pundak retak memanggul sepikul kabut..

- SELAMAT HARI IBU, Ummiku Tercinta -

18 Desember 2010

Khasiat Tempe

  1. Protein yang terdapat dalam tempe sangat tinggi, mudah dicerna sehingga baik untuk mengatasi diare.
  2. Mengandung zat besi, flafoid yang bersifat antioksidan sehingga menurunkan tekanan darah.
  3. Mengandung superoksida desmutase yang dapat mengendalikan radikal bebas, baik bagi penderita jantung.
  4. Penanggulangan anemia. Anemi ditandai dengan rendahnya kadar hemoglobin karena kurang tersedianya zat besi (Fe), tembaga (Cu), Seng (Zn), protein, asam folat dan vitamin B12, di mana unsur-unsur tersebut terkandung dalam tempe.
  5. Anti infeksi. Hasil survey menunjukkan bahwa tempe mengandung senyawa anti bakteri yang diproduksi oleh karang tempe (R. Oligosporus) merupakan antibiotika yang bermanfaat meminimalkan kejadian infeksi.
  6. Daya hipokolesterol. Kandungan asam lemak jenuh ganda pada tempe bersifat dapat menurunkan kadar kolesterol.
  7. Memiliki sifat anti oksidan, menolak kanker.
  8. Mencegah masalah gizi ganda (akibat kekurangan dan kelebihan gizi) beserta berbagai penyakit yang menyertainya, baik infeksi maupun degeneratif.
  9. Mencegah timbulnya hipertensi.
  10. Kandungan kalsiumnya yang tinggi, tempe dapat mencegah osteoporosis.

14 Desember 2010

PERAN INTELEKTUAL MUSLIMAH DALAM MENYELAMATKAN GENERASI DENGAN MEWUJUDKAN INDONESIA YANG MANDIRI, KUAT DAN TERDEPAN

Kaum intelektual merupakan bagian integral yang tidak terpisahkan dari dunia pendidikan, mulai PAUD sampai dengan perguruan tinggi, bahkan mulai dari kandungan. Peran kaum intelektual sangat strategis dalam menentukan nasib bangsa. Merekalah yang mencanangkan tonggak sejarah kehidupan suatu bangsa, merekalah yang mewarnai dan menentukan profil suatu bangsa, sehingga bangsa yang berkepribadian mulia pasti lahir dari komunitas intelektual yang mulia pula.

Intelektual muslim adalah kelompok manusia tertentu yang diberi keistimewaan oleh Allah SWT. Allah menyebut mereka yang menggunakan kecerdasan dan kapabilitas intelektualnya untuk mengambil pelajaran sebagai ulul albab. Allah berfirman :
• Allah memberikan hikmah kepada siapa yang dikehendakinya. Dan barangsiapa yang diberi hikmah, sungguh telah diberi kebajikan yang banyak. Dan tidak ada yang dapat mengambil pelajaran, kecuali ulul albab. (QS: 2:269)
• Mereka adalah orang yang bisa mengambil pelajaran dari sejarah umat manusia (QS: 12:111)
• Mereka itulah orang-orang yang mendapatkan petunjuk dari Allah dan mereka itulah ulul albab (QS: 3:7)
• “Katakanlah “Apakah sama, orang­orang yang mengetahui dengan orang yang tidak mengetahui?” Hanya orang­orang yang berakal sajalah yang bisa mengambil pelajaran.” (QS. Az- Zumar :9)

Karena ilmu yang dikuasai para intelektual tersebut, Islam memberikan posisi/kemuliaan dibandingkan dengan mereka yang tidak berilmu, selama ilmu itu disandarkan pada keimanan yang benar kepada Allah swt. Firman Allah swt yang artinya : “Allah mengangkat orang ­ orang yang beriman diantara kalian dan mereka yang diberi ilmu dengan beberapa derajat” (QS. Al-Mujadalah : 11). Rasulullah saw juga bersabda: ”Barangsiapa menempuh jalan yang padanya dia menuntut ilmu, maka Allah telah menuntunnya jalan ke surga.” (HR Muslim). ”Barangsiapa didatangi kematian dimana dia sedang menuntut ilmu untuk menghidupkan Islam, maka antara dia dan para Nabi di surga adalah satu tingkat derajat.” (HR ad Darimi dan ibn sunni dengan sanad hasan).

Demikianlah, Islam menempatkan para intelektual dalam kedudukan yang sangat mulia –hingga dikatakan bisa bersama dengan para Nabi di surga-, selama mereka melandasi keilmuannya dengan keimanan, dan mempergunakan/mengamalkan ilmunya dalam rangka menghidupkan (syariah) Islam.

MENJADI INTELEKTUAL MUSLIM SEJATI
Para intektual muslim seharusnya tumbuh dan berkembang di atas pilar aqidah aqliyah, suatu proses pemahaman terhadap alam semesta, manusia dan kehidupannya melalui pemikiran secara utuh dan terintegrasi. Konsep ini harus ditanamkan sejak manusia mengenal dunia pendidikan baik secara formal maupun nonformal. Secara rinci dapat disebutkan bahwa niat untuk menjadi pakar sudah harus diluruskan sejak awal dan akan secara otomatis terpenuhi, ketika seseorang paham akan posisi dirinya terhadap Sang Pencipta. Kepakaran yang diraih melalui proses pembinaan berbasis aqidah dan syariat Islam pasti akan diperuntukkan sesuai tuntutan kompetensi yang diinginkan Islam, yaitu untuk menyelesaikan permasalahan dan mewujudkan kemaslahatan umat. Inilah alasannya, kenapa kepakaran harus dibangun di atas pilar aqidah dan syariah Islam. Kepakaran yang seperti inilah yang akan mewujudkan umat yang mulia di hadapan Sang Pencipta, yaitu umat yang bertaqwa. Seseorang yang pakar di bidang sains dan teknologi misalnya, harus paham benar untuk apa alam semesta ini diciptakan, apa yang terkandung di dalam alam semesta ini, bagaimana mengeksplorasinya, mengelolanya dengan benar dan memanfaatkannya dengan amanah untuk kelangsungan hidup manusia. Dengan bekerjasama secara sinergi, melibatkan para pakar dari berbagai bidang minat, akan terciptalah suatu sistem yang berkembang di atas kehidupan yang rahmatan lil’alamin secara global, bukan hanya di Indonesia. Allah menciptakan Islam untuk seluruh umat di dunia, sebagai satu-satunya agama yang telah disempurnakan untuk mengatur kehidupan manusia di dunia. Jadi kepakaran yang dikembangkan berbasis pada aqidah dan syariah Islam merupakan jaminan untuk dapat menyelesaikan permasalahan umat sedunia. Visi ini akan terwujud secara riil, ketika pada tataran implementasinya ditopang oleh sistem yang kondusif dan mendunia pula, yaitu sistem kehidupan yang menerapkan syariah kaaffah di bawah naungan daulah khilafah Islamiyah.

Bagaimana fakta kiprah intelektual hari ini? Para intelektual yang seharusnya mengemban amanah menyelesaikan problematika masyarakat atau umat, mulai dibelokkan dari tujuan mulia ini dengan menggiring aktivitasnya untuk kepentingan yang sifatnya personal atau golongan tertentu, yang ujung-ujungnya untuk kemakmuran pribadi. Fitrah penciptaan alam semesta, manusia dan kehidupan serta hubungan ketiganya dengan Sang Khaliq seperti uraian di atas, sudah banyak dilupakan. Bahwa hakekat penciptaan manusia dan bahkan jin tidak lain hanya untuk beribadah kepada-Nya, dan bahwa salah satu manivestasi ibadah adalah menuntut ilmu, sehingga dengannya kita bisa mengeksplor kekayaan alam semesta yang telah dihamparkan oleh Allah SWT, selanjutnya hasilnya dapat dimanfaatkan oleh seluruh umat untuk mewujudkan rahmatan lil’alamin, mulai ditinggalkan. Dampak semua ini adalah sebuah ironi bahwa lahirnya para pakar ternyata justru meningkatkan kuantitas dan juga kualitas problematika umat.

Gejala pergeseran orientasi peran strategis para intelektual terhadap keberlangsungan kehidupan dunia ternyata tidak hanya terjadi di Indonesia, melainkan sudah mendunia. Kenapa hal ini terjadi? Jawabnya adalah sistem kehidupanlah yang menjadi faktor kuncinya. Ideologi kapitalisme-liberalisme yang bersumber dari sekulerisme, yang telah memposisikan agama sebagai suatu ajaran yang harus dijauhkan/dikeluarkan dari siklus kehidupan manusia, menjadikan kebebasan meraih kebahagiaan dunia dan kenikmatan jasadiah menjadi instrumen atau alat ukur di seluruh lini kehidupan. Ideologi inilah yang hari ini menguasai kehidupan para intelektual di era global, sehingga mereka sama sekali tidak diberi kesempatan untuk berproses dan melakukan aktualisasi diri secara fitrah, karena dibelenggu oleh tuntutan berpikir secara pragmatis dan instan. Kenapa kedua ideologi tersebut dapat tumbuh subur? Karena keduanya menawarkan kemudahan-kemudahan untuk mencapai kebahagiaan semu yang banyak diidam-idamkan oleh manusia. Mereka menghadang semua upaya untuk mengkondisikan para pakar mengenali dirinya sebagai manusia secara hakiki.

Mari kita melihat sedikit ilustrasi yang membandingkan antara profil intelektual bentukan Barat dengan Islam. Oxford dan Cambridge adalah simbol penting pendidikan di Inggris. Oxbridge, begitu biasa disingkat– jadi pusat riset ilmu dan teknologi yang menyangga peradaban Inggris dari abad ke abad. Banyak peraih penghargaan Nobel beralmamater di kedua kota ini. Namanya juga sangat bergengsi.
Madinah merupakan kota pendidikan yang lebih dahsyat dari Oxford dan Cambridge. Bukan karena fasilitasnya, tetapi karena pendidikan di Madinah menghasilkan peradaban ilmu yang menyatukan iman, ilmu, amal, dan jihad.

Di Oxbridge seorang profesor bisa sangat pakar dalam ilmu fisika atau filsafat etika, pada saat yang sama dia bisa saja seorang homoseks, alcoholic, dan meremehkan gereja. Dia akan tetap dihormati karena penguasaan pengetahuannya. Di Madinah, jika seorang ilmuwan memisahkan “aqidah, akhlaq dengan ilmu yang dikuasainya, kealimannya batal. Seorang yang menjadi salah satu simpul sanad bagi sebuah hadits, jika dia ketahuan berdusta sekali saja, namanya akan tercatat sampai akhir zaman di kitab musthalahal hadits sebagai kadzab (pendusta) yang riwayatnya tidak valid. Apalagi kalau dia sampai meninggalkan shalat dan bermaksiat.

Tradisi keilmuan Islam kaya dengan contoh-contoh ulama yang sangat tinggi ilmunya dan sekaligus orang-orang yang memiliki tingkat ketaqwaan yang tinggi. Imam al-Syafii, Imam Ahmad, Imam Malik, Imam Hanafi, al-Ghazali, Ibn Taymiyah, dan sebagainya adalah contoh-contoh ulama yang hingga kini menjadi teladan kaum Muslim. Dalam sistem sosial Islam, tidak ada kesempatan bagi seorang yang berilmu tinggi tetapi tidak menjalankan ilmunya. Sebab, ia akan dicap tidak adil, fasik, dan secara otomatis akan tersisih dari tata sosial Islam, karena ditolak kesaksiannya dan pemberitaannya diragukan.

Dalam sejarahnya, Oxbridge mengalami beberapa ketegangan dengan gereja, isunya beragam, tapi dasarnya sama: yaitu jika pengembangan ilmunya dianggap bertentangan dengan doktrin Kristen. Ketegangan itu baru reda setelah “gereja tahu diri” dan membatasi perannya di altar dan mimbar khotbah saja, tidak merambah ke ilmu pengetahuan. Gereja terpaksa mensekulerkan dirinya agar tidak seratus persen di buang dari masyarakat Oxbridge, bahkan lebih luas lagi dari masyarakat Barat. Inilah awal dari fenomena maraknya fenomena “spesialisasi sempit” di kalangan intelektual saat ini, yang membutakan ilmuwan dari khazanah keilmuan bidang-bidang lain.

Sebaliknya, Madinah, Damaskus, dan Baghdad bersuka cita memetik butir-butir mutiara sains yang diberikan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Berbagai cabang baru ilmu pengetahuan (new branches of knowledge) di bidang astronomi, fisika, kedokteran, biologi, matematika, ekonomi, sastra, teknologi perang, sampai filsafat dijabarkan terus tanpa henti oleh para ulama. Prof. Wan Mohd Nor menulis, bahwa tradisi keilmuan dalam Islam tidak mengenal sifat “spesialisasi buta” seperti ini. Ilmuwan-ilmuwan Islam dulu dikenal luas memiliki penguasaan di berbagai bidang.

Mereka hafal Al-Qur’an, hafal ribuan hadits, beribadah, berinfaq, dan berjihad seperti para shahabat, pada saat yang sama mereka mengembangkan ilmu-ilmu baru dari semua yang diimani dan diamalkan itu. Salah satu ciri yang dapat diperhatikan pada para tokoh ilmuwan Islam ialah mereka tidak sekedar dapat menguasai ilmu tersebut pada usia yang muda, tetapi dalam masa yang singkat dapat menguasai beberapa bidang ilmu secara bersamaan.

Ibnu Sina (980-1037) dikenal juga sebagai Avicenna di Dunia Barat adalah seorang filsuf, ilmuwan, dan juga dokter kelahiran Persia (sekarang sudah menjadi bagian Uzbekistan). Ia juga seorang penulis yang produktif dimana sebagian besar karyanya adalah tentang filosofi dan pengobatan. Ibnu Khaldun, seorang sejarawan muslim dari Tunisia dan sering disebut sebagai bapak pendiri ilmu historiografi, sosiologi dan ekonomi. Karyanya yang terkenal adalah Muqaddimah (Pendahuluan). Dia juga dikenal sebagai Bapak Ekonomi, Ibnu Khaldun sering disebut sebagai raksasa intelektual paling terkemuka di dunia. Ia bukan saja Bapak sosiologi tetapi juga Bapak ilmu Ekonomi, karena banyak teori ekonominya yang jauh mendahului Adam Smith dan Ricardo. Artinya, ia lebih dari tiga abad mendahului para pemikir Barat modern tersebut.

Tabel Perbandingan Profil Intelektual
No INDIKATOR: ISLAM vs BARAT MODERN
1. Aqidah:
Tauhid vs Sekular-Atheis
2. Kepribadian:
Islam vs Sekuler / Komunis
3. Kecenderungan Akal:
Tunduk pada wahyu, akal diberdayakan sesuai tuntunan wahyu vs Memuja Akal/ Rasio
4. Metode Berpikir:
Metode Rasional dan mampu menempatkan metode ilmiah pada tempatnya vs Metode Ilmiah/ empirik, berfikir induktif, tidak mudah percaya kesimpulan, terpenjara pada teori-teori
5. Karakter pemikiran:
Holistik, komprensiv, tapi tetap mendalam (‘amiq) vs Parsial kebidangan, mendalam di satu ranah
6. Kecenderungan pilihan Identitas:
Islam ideologis, bangga akan jati dirinya sbg Muslim vs Universal yg mengarah ke plural, Anti yang berbau sectarian (termasuk agama)
7. Keahlian/ Penguasaan Ilmu:
Fokus hanya pada satu bidang saja vs Multidisiplin, menguasai berbagai disiplin ilmu
8. Kesadaran Politik:
Tinggi, identik dengan seorang pejuang (muharrik+mujahid) vs a-politis, terbelenggu pada bidang keilmuannya
9. Kesalehan sosial:
Sangat tinggi, penjaga kemashlahatan umat dan penerapan hukum syara’ di tengah masy vs Individualistik, pragmatis, terbelenggu oleh syarat2 akademik, orientasi gelar, prestise dan kesejahteraan.

Ya, begitulah ciri khas dari profil intelektual muslim sejati, semakin tinggi keilmuannya semakin pula ia takut pada Rabb-nya, semakin tinggi ilmunya semakin luas penguasaan bidang ilmunya dengan tidak membatasi diri hanya pada satu bidang saja, semakin tinggi ilmunya maka semakin tinggi pula semangat juangnya untuk melawan ketidakadilan, semakin tinggi ilmunya semakin ia peduli dengan persoalan umat dan tidak sibuk hanya mengejar target akademik demi kesejahteraan pribadi. Intelektual muslim sejati, tentu tidak cuma harus mumpuni secara intelektual, namun juga memiliki kedalaman iman, kepekaan nurani, kesalehan sosial dan keberanian dalam menegakkan amar ma’ruf nahi munkar serta siap mati syahid dalam jihad fii sabilillah. Subhanallah itulah profil intelektual muslim sejati.

REPOSISI PERAN INTELEKTUAL MUSLIMAH INDONESIA
Islam meletakkan para intelektual dalam posisi terhormat sebagai pendidik umat dan sekaligus pelindung mereka dari berbagai kepentingan yang hendak menghancurkan umat. Dengan pengetahuan mereka yang mendalam akan berbagai fakta yang terjadi, intelektual adalah pihak yang seharusnya paling peka terhadap perkembangan kondisi umat.

Sayangnya sistem kapitalistik telah menghancurkan peran utama para intelektual ini dan menjatuhkan kedudukan mereka sekedar sebagai agen ekonomi yang memperkuat bercokolnya para kapitalis. Para intelektual dalam sistem kapitalistik justru dipersiapkan untuk mempersiapkan undang-undang yang melegitimasi sepak terjang para kapitalis untuk merampok kekayaan alam. UU Penanaman modal, UU migas, UU ketenagalistrikan, UU sumber daya air, semua itu adalah hasil karya para intelektual pesanan para kapitalis.

Intelektual dalam sistem kapitalistik juga ditelikung untuk menjadi pemadam kebakaran dari masalah yang terus menerus diproduksi para kapitalis. Mereka diminta untuk mereklamasi lahan bekas tambang, menemukan tanaman yang tahan terhadap pencemaran, menemukan teknik bioenergi terbaik dan berbagai teknologi yang semua itu ada dalam arahan dan dominasi para kapitalis. Kapitalisme telah menjatuhkan pengetahuan dan para pemilik pengetahuan sebagai budak-budak mereka. Dengan system pendidikan yang ada di Indonesia misalnya, hampir bisa dipastikan akan semakin banyak mencetak intelektual yang hanya bertindak sebagai buruh-buruh murah bagi mereka. Kapitalisme juga membajak para intelektual untuk menjadi agen-agen asing yang melapangkan jalan disintegrasi bangsa. Dengan dukungan penuh kekuatan para kapitalis dari berbagai lini, negara tak sanggup menghadapi mereka.

Sebenarnya, jumlah total pakar di Indonesia dari berbagai disiplin ilmu, bukan hanya ribuan, melainkan jutaan, sebanding dengan jutaan permasalahan yang dihadapi oleh umat dewasa ini. Mulai dari problematika yang bersifat ideologis, politis, ekonomis, sosial dan kultur budaya. Sayangnya, semua problematika tersebut tidak secara tuntas dapat teratasi oleh para pakar yang fitrahnya seharusnya berkompeten mengatasi problematika tersebut. Sebaliknya secara faktual, lahirnya para pakar ternyata malah melahirkan masalah baru. Mulai dari penipuan, korupsi, pengangguran, pemborosan uang negara, manipulasi penggunaan uang rakyat, hingga penyalagunaan sumber daya alam yang semestinya dapat dikelola dengan optimal melalui pemberdayaan kepakaran kaum intelektual, malah berujung kesengsaraan rakyat dan generasi dalam bentuk ketergantungan bangsa ini terhadap produk luar negeri. Hal yang ironi karena bahan bakunya sangat surplus di Indonesia. Ini benar-benar kesalahan sistemik yang sulit diselesaikan, kecuali dengan metode sistemik pula.

Di sisi lain, kita juga melihat fenomena lebih senangnya para intelektual berkiprah di negara-negara maju dibandingkan mengabdi dan membangun negerinya sendiri dikarenakan masalah pendapatan dan penghargaan yang tak sebanding dengan yang mereka terima jika mereka di LN. Warga negara Indonesia yang mendapat kesempatan bersekolah di LN dengan beasiswa atau berkiprah di sana pada dasarnya adalah SDM terpilih sehingga merupakan asset bangsa. Keunggulan merekalah yang menyebabkan mereka juga mendapat peluang untuk lebih lama di LN dengan tawaran penelitian lanjutan atau bekerja di perusahaan di sana. Betapa banyak dosen dan peneliti yang capai-capai disekolahkan pemerintah, ternyata kemudian lebih asik bekerja di negara tetangga atau negara tempat mereka pernah bersekolah.

Karenanya saat ini penting untuk melakukan reposisi peran intelektual. Reposisi untuk mengembalikan posisi mereka sebagaimana yang diajarkan Islam yakni sebagai pembimbing dan pemersatu umat untuk mewujudkan bangsanya yang besar, kuat dan terdepan dalam naungan khilafah Islam, bukan mengabdi pada bangsa lain. Umat membutuhkan peran intelektual yang sanggup membimbing mereka. Intelektual yang mampu memetakan potensi dan memberi solusi yang benar untuk memecahkan berbagai persoalan umat. Umat membutuhkan intelektual yang sanggup berdiri di hadapan para penjajah untuk membela mereka dengan pengetahuan yang benar. Intelektual yang berjuang mengembalikan SDAE ke tangan umat dan memelihara kesatuan mereka dalam negara yang kuat yakni khilafah. Umat membutuhkan intelektual yang berani berkorban, berani mengungkapkan kebenaran. Umat membutuhkan intelektual sejati yang memahami ideologi Islam dan menanamkannya ke tengah-tengah umat. Merekalah Intelektual sejati (ulul albab) yang akan menghentikan penjajahan (non fisik) hari ini untuk menyelamatkan generasi sekarang dan di kemudian hari. Mereka adalah orang-orang yang dicirikan dengan karakter-karakter di bawah ini :
1. Bersungguh-sungguh mencari ilmu (QS 3:7) dan memikirkan ciptaan Allah (QS 3:190).
2. Mampu memisahkan yang jelek dengan yang baik. Kemudian mereka memilih yang baik, walaupun ia harus sendirian mempertahankan kebaikan itu dan walaupun kejelekan itu dipertahankan oleh banyak orang (QS 5:100)
3. Kritis dalam mendengarkan pembicaraan, pandai menimbang-nimbang ucapan, teori, preposisi atau dalil yang dikemukan oleh orang lain. Mereka mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik diantaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal (QS 39:18)
4. Menyampaikan ilmunya untuk memperbaiki masyarakatnya, memberikan peringatan kepada masyarakat (QS 14:52).
5. Tidak takut kepada siapapun, kecuali kepada Allah (QS 5:179 dan 65:10).

Secara ringkas, agar seorang intelektual muslim bisa mereposisi perannya menjadi intelektual sejati, maka ada tiga hal yang harus senantiasa melekat pada dirinya:
1. Memiliki kepakaran/keahlian tertentu sesuai dengan bidang yang dikuasainya
2. Memahami realita kehidupan yang ada di tengah-tengah masyarakat. Apa sesungguhnya persoalan-persoalan yang terjadi, mengurainya hingga bisa dipahami akar permasalahan yang sesungguhnya. Untuk itu dia harus memiliki metode berfikir yang benar, yang dia gunakan untuk memahami realitas sesungguhnya, yaitu metode berfikir aqliyah (rasional). Sebaliknya, sekalipun arus di dunia intelektual mengajarkan untuk menjadikan metode berfikir ilmiah sebagai satu-satunya metode berpikir, seorang intelktual muslim sejati akan tetap bisa menempatkan metode berfikir ilmiah sesuai dengan porsinya yang tepat.
3. Memahami ideologi Islam sebagai sumber solusi yang dia gali untuk menyelesaikan semua jenis problematika masyarakat yang dihadapinya. Sehingga pemikiran/ konsep yang disampaikannya tidaklah bersifat praktis dan bertarget pragmatis saja. Tapi harus sampai pada tataran ideologi yang akan membentuk sistem. Dengan kata lain, seorang intelektual muslim haruslah senantiasa ideologis, tidak a-politis, dan membatasi pemikirannya pada satu kebidangan/kepakaran tertentu saja.

SERUAN KEPADA INTELEKTUAL MUSLIMAH INDONESIA
Berkenaan dengan hal tersebut, Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia menyerukan kepada para intelektual muslimah untuk :
1. Meninggalkan Kapitalisme-Sekulerisme dan terus menerus melakukan upaya dekonstruksi terhadap ideologi Kapitalisme-Sekulerisme di tengah-tengah masyarakat, karena telah nyata bahwa Kapitalisme telah gagal membawa Indonesia menjadi negara yang mandiri, kuat dan terdepan. Kapitalisme sudah terbukti tidak menjamin kesejahteraan tiap individu rakyat dan menyengsarakan rakyat. Juga meninggalkan perangkap Demokrasi yang mengokohkan hegemoni Kapitalisme global di Indonesia
2. Bergabunglah dalam arus perjuangan yang benar, yang berlandaskan metode dakwah Rasulullah Saw untuk mengkonstruksi tatanan kehidupan berdasar Ideologi Islam demi tegaknya izzul islam wal muslimin. Hal ini bisa kita lakukan dengan cara :
a. Terus mendalami ideologi islam dengan bergabung dalam pembinaan islam ideologis yang akan merubah perilaku dan meningkatkan kualitas sebagai seorang intelektual mukminah.
b. Mempersiapkan diri menjadi pakar islam ideologis yang siap melahirkan produk-produk ‘terideologisasi’ untuk kebangkitan dan kemuliaan umat. Termasuk di dalamnya adalah terlibat dalam penyempurnaan rincian perundang-undangan yang akan diterapkan segera setelah khilafah tegak. Berkiprah dan berkaryalah hanya untuk izzatul islam, negeri islam dan kemashlahatan umat. Berkiprah untuk mempersiapkan diri menjadi SDM pengisi khilafah. Berkarya untuk mempersiapkan penerapan hukum syariat di berbagai bidang.
c. Bergabung dalam formasi barisan perjuangan penegakan syariah dan khilafah yang rapi dan terorganisir, dengan terus-menerus mensosialisasikan ideologi islam dalam bentuk solusi masalah kehidupan masyarakat di manapun intelektual berada, sehingga masyarakat siap hidup dalam tatanan kehidupan berdasar Ideologi Islam. Ini kita lakukan dalam rangka memperbesar kumpulan rakyat yang mengenal dan menginginkan penerapan hukum-hukum Allah

Kesemua hal tersebut dilakukan kaum intelektual dengan penuh kesiapan untuk menjadi pelopor dan pemimpin perjuangan penegakan syariah dan khilafah, untuk menyelamatkan generasi dan meraih kemuliaan hakiki. Berjalan beriringan dengan partai politik yang sejati, intelektual bekerjasama untuk memetakan dan menyatukan seluruh potensi umat mewujudkan negara besar, kuat dan terdepan dalam naungan khilafah. Semoga harapan ini segera terealisasi dengan izin dan pertolongan Allah SWT.

”Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih bahwa sungguh Ia akan menjadikan mereka berkuasa di bumi sebagaiamana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Ia akan meneguhkan bagi mereka agama yang Ia ridhai. dan Ia benar-benar mengubah keadaan mereka setelah berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. mereka tetap menyembahKu dan tidak mempersekutukanKu dengan sesuatupun. tetapi barangsiapa yang kafir setelah janji itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik”

13 Desember 2010

Warteg Dijepit Penguasa!

Pajak  tak akan pernah menjadikan negeri ini makmur dan sejahtera, tak akan pernah menentramkan hati, tak akan membawa orang-orang yang terlibat didalamnya menjadi jujur dan bersih dari tindakan penyimpangan. Kasus besar telah terungkap terkait penyimpangan pajak, namun sampai kini masih saja menjadi bola liar yang dipermainkan oleh para politikus dan pejabat serakah!

Selain tak menunjukkan keberhasilannya dalam mengatasi banjir dan kemacetan di kota Jakarta, kini FOKE sibuk membuat lelucon murahan kembali dengan mewacanakan penarikan pajak dari usaha warung tegal!. Sungguh bukan tipe pejabat yang patut dipertahankan kedudukannya sebagai seorang pemimpin Jakarta dan tak boleh lagi ada pemimpin sesumbar seperti ini lagi di ibukota dimasa yang akan datang.


















Warung tegal, warungnya rakyat kecil yang menyediakan berbagai macam makanan serba murah ini rupanya dilirik penguasa tengil yang tidak mau bersusah payah dalam mencari dan menambah pendapatan daerahnya. Pajak 10 persen akan dikenakan kepada warteg yang beromset 2 juta perhari.

Tentu bukan hanya pemilik warteg yang akan merasakan dampaknya jika kebijakan ini jadi dikeluarkan, rakyat kecil pada umumnya yang selama ini menggantungkan selera perutnya pada warung murah meriah yang satu ini akan merasakan dampak yang cukup signifikan. Karena akan ada perubahan harga yang semakin menekan selera dan tingkat kepuasan dalam menikmati makanan yang serba pas-pasan tersebut.

Tak habis fikir, sedemikian rendahnya rasa simpati dan empati penguasa zaman sekarang kepada rakyatnya. Alih-alih ingin mensejahterakan rakyatnya melalui janji-janji manis yang terlanjur ditelan bulat-bulat para pemilih FOKE, malahan berbanding terbalik dengan apa yang terjadi selama kepemimpinanya di ibukota tercinta ini. Wacana pajak warteg adalah bukti dari lemahnya kinerja aparat pemerintahan dibawah kepemimpinan FOKE dalam mencari pendapatan daerahnya.

Kalangan DPRD DKI Jakarta harus mempertanyakan hal ini jika pada akhirnya wacana penarikan pajak kepada warung tegal jadi kebijakan pemerintahan FOKE. Rakyat pun harus memberikan nota keberatan dan protes besar-besaran untuk menentang wacana tak berhati nurani ini!. Paguyuban warteg harus bertindak secara politis untuk melindungi anggota-angotanya yang berjumlah ribuan dikota Jakarta ini, jangan sampai dijadikan alat penguasa untuk memuluskan wacana tersebut.

Melihat gelagat penguasa pemerintahan kota Jakarta yang seperti ini, sudah sewajarnya para pendukung FOKE yang notabene berasal dari rakyat kelas bawah yang paling sering bersinggungan dengan warteg angkat bicara dan mempertanyakan atas wacana penarikan pajak tersebut. Kalau perlu menarik kumis dan mencukurnya sebagai bukti bahwa selama ini hanya omong kosong dan bualannya saja soal “serahkan pada ahlinya” yang menjadi janji-janji masa kampanyenya dahulu.

Jika sampai menjadi kebijakan, warung tegal harus melakukan aksi bersama untuk “mengemplang pajak”, karena hanya akan membuat perut pejabat semakin buncit dan bertindak pongah atas rakyatnya.

” Dunia tidak akan berkata apa-apa jika pajak warteg tidak dibayar, paling-paling pejabat yang puyeng tujuh keliling .Okelah kalo beqgitu"

Wahai Akhwatku Sayang


Akhawatku sayang,

Kelibat mataku memandang tajam
Lantas butiran airmata jatuh berguguran
Melihat nasib pendukung agama,
Yang lemas terus dibawa arus,
globalisasi dan “kemodenan”

Akhawatku Sayang,
Wajah yang dulunya bersih,
dicoret dengan warna-warni untaian dosa.
Bibir yang dulunya suci,
diwarnai pelbagai warna yang menggiurkan.
Hijabmu ibarat senjata yang ampuh,
turut disalahgunakan.

Akhawatku Sayang,
Tempat yang suci dijadikan medan pertandingan,
dengan pameran busana yang memukau,
gandingan fesyen dan warna yang garang,
takkan terlepas dari lirikan mata yang memandang.

Siapa yang lagi menarik?
Siapa yang lagi cantik?
Siapa yang lagi ramai peminat?

Luar sedar, niat mula berubah,
tanpamu mengizinkan.
Akhawatku Sayang,
Cantiknya wanita itu,
bukan kerana ramainya lelaki yang memujamu.

Cantiknya wanita itu,
bukan kerana cantik dan mahalnya pakaian yang menutup auratmu.

Cantiknya wanita itu,
bukan kerana manjanya nada suaramu.

Cantiknya wanita itu,
bukan kerana kelembutan yang bukan pada tempatmu.

Cantiknya wanita itu,
bukan kerana keberanian yang salah di sisi agamamu.

Namun Akhawatku Sayang,
Cantiknya wanita itu terletak
pada bibirmu yang selalu berzikir,
pada mukamu yang bersinar dengan cahaya wudhuk,
pada hatimu yang penuh rahmah dan taqwa,
pada pendirianmu yang tak goyah,
memperjuangkan agamamu,
yang semakin hari semakin tenat,
kerana madrasah utama ummah,
hilang arah dan tujuan kehidupan.

Akhawatku Sayang,
Mengapa harus berbangga diri,
Tiada yang tinggal dalam jasadmu,
kecuali rohmu yang suci,
janganlah engkau kotorkan dengan palitan nafsu.
Yang menjadi pinjaman pasti akan dipulangkan,
kepada Pemiliknya kelak.

Akhawatku Sayang,
Sudah engkau menjadi amaran fitnah,
yang sudah termaktub sejak beribu tahun dahulu.
Apakah engkau sanggup merealisasikan
sebuah fitnah,
yang mampu menggoncang keimanan
setiap yang bernama lelaki?

Akhawatku Sayang,
Bukan diskriminasi Tuhan,
yang menciptakanmu sedemikian,
kerana engkau ibarat mutiara yang bernilai.
Yang sewajarnya dijaga rapi setiap ketika.

Selayaknya simpanlah kecantikanmu,
kepada yang layak engkau pamerkan.
Bahkan pahala yang bakal dikurnia,
jika diberi pada tempatnya dan tepat orangnya.

Penantian Seorang Akhwat, Kebingungan Seorang Ikhwan

Ada seorang teman bercerita kepada saya bahwa dia kebingunan untuk meminang akhwat yang dia sukai, karena dia merasa belum siap dan sebagainya. Padahal sebenaranya teman saya ini sudah sangat ingin untuk menikah. Ada juga teman yang bercerita kalau dia takut ditolak ketika mengkhitbah seorang akhwat karena dia belum mapan, masih kuliah, dan segudang alasan lainnya.

Itulah beberapa realilta yang dihadapai oleh sebagian Ikhwan (kalau ngga mau dikatakan mayoritas). Dimana mereka merasa kebingungan dan ketakutan ketika akan mengkhitabah seorang akhwat.
Kalau dilihat secara seksama, sebenarnya kebingungan bukan hanya monopoli pihak Ikhwan saja. Akhwat pun sebenarnya juga dilanda dengan kebingungan yang hampir sama. Mereka bingung kenapa belum ada Ikhwan yang mau meminangnya. sehingga Akhwat mengalami kebingungannya dalam penantian seorang Ikhwan berkudah putih yang akan membawanya pergi.

KETIKA AKHWAT MINDER IKHWAN PUN JADI KEDER..

Sebenarnya banyak aspek yang membuat banyak Ikhwan merasa bingung untuk meminang seorang Akhwat setidaknya mereka (para Ikhwan) memiliki salah satu dari 5 alasan berikut :
1.  Akhwatnya anak orang kaya.
2.  Akhwatnya orang pinter (juara umum atau ahli dalam kalkulus).
3.  Akhwatnya termasuk The best Quality atau Limeted Edition (hehehe kayak barang aja yachh?) sehingga terlalu banyak saingan.
4.  Beda suku atau Beda Strata sosial (kasta), maklum bila Ikhwan berkasta Sudra maka akan sangat sulit mendapatkan Akhwat dengan kasta diatasnya. atau si Akhwatnya berdarah biru sedangkan si Ikhwanya berdarah abu-abu.
5.  Si Ikhwan merasa belum mapan secara Finansial. inilah 5 alasan yang sering terlontar dari mulut seorang Ikhwan ketika dia akan meminang seorang Akhwat.

Jadi bila diperhatikan sekarang ini banyak ikhwan yang terkena penyakit WAHM alias HUBBUL MAR’AH WAKAROHIATUN NIKAH = CINTA WANITA DAN TAKUT NIKAH.

Terkadang Akhwat membuat seorang ikhwan semakin tambah bingung dengan ungkapan akhwat “Saya ingin menikah dengan Ikhwan yang memiliki pekerjaan dan penghasilan yang tetap” (maksudnya si ikhwannya memiliki pekerjaan yang bagus dan gajih diatas 2 juta perbulan.-matre juga ya ini Akhwat).

Pernah ada cerita dari seorang teman yang mencoba melamar seorang Akhwat. Ketika hendak di pinang akhwat tersebut berkata “Afwan akhi ana merasa tidak pantas untuk akhi, diluar sana masih banyak Akhwat yang lebih pantas untuk akhi”. saya katakan ini akhwatnya yang minder, atau pura-pura minder untuk menolak lamaran si Ikhwan dengan cara yang teramat sangat halus. padahal maksud dari perkataannya adalah “maaf akhi, saya rasa Akhi ga pantas untuk saya atau maaf akhi saya ga suka sama akhi jadi cari aja Akhwat yang lain”. jadi sekarang ternyata banyak akhwat yang terlalu pandai ber apologi.

logikanya setiap orang waras dan normal tentu dia menginginkan orang yang lebih baik atau orang yang dipandang baik untuk menjadi pendamping hidupnya.jadi akhwat yang telah di Tarbiyah dan memahami Islam dengan baik tentu tidak akan berkata seperti itu. akan tetapi dia akan berkata “kalau memang saya di pandang pantas untuk akhi” atau kalau ini yang terbaik” dan semisalnya.

PILIH HARTA, FISIK, ATAU AGAMAnya??

Rasulullah SAW pernah bersabda “budak Habsyi yang hitam legam tetapi dia memiliki agama yang bagus (shaleh) sesungguhnya lebih baik bagi kalian”. Banyak Ikhwan ketika memilih seorang akhwat selalu melihat dari bentuk fisiknya demikian juga dengan akhwat banyak juga akhwat yang melihat ikhwan itu dari Fisik dan Hartanya.

Ketika saya ketengahkan hadist nabi diatas banyak yang berkilah bahwa kalau dapet yang plus plus itu kan lebih utama, ya kaya, cantik dan shalehah. Tetapi muncul satu pertanyaan apakah kita akan menunggu sampai lebaran monyet untuk bisa menemukan akhwat seperti itu??

Kenapa kita terkadang melihat orang dari Fisiknya? Bukankah Fisik itu akan berubah seiring dengan bergantinya hari dan bertambahnya usia? Kenapa banyak ikhwan mencari Akhwat yang kaya, padahal yang wajib mencari nafkah itu adalah laki-laki? Bukankah kekayaan Istri itu tidak bisa menjadi milik suami?

Bagi Akhwat juga sama, mereka juga kadang mencari Ikhwan yang ganteng, yang Tajir Mampus dan Shaleh. saya kadang berfikir apakah si Akhwat ini lupa bahwa bentuk Fisik dan Harta itu Allah yang mengatur? Tidak ada orang yang mau berbentuk Fisik jelek dan Hidup miskin.

Kenapa Allah dan RasulNya memerintahkan kepada kita untuk mencari pasangan hidup itu berdasarkan ke Shalehannya (agamanya)? Karena ke keshalehan itu adalah proses diri, dan ini adalah pilihan yang ada dalam wilayah kemampuannya. Seseorang apakah dia mo jadi seorang ahli ibadah atau ahli maksyiaat itu adalah pilihan hidupnya.

Ini berbeda dengan harta dan fisik dimana semuanya telah ditetapkan oleh Allah sehingga kita tidak bisa berbuat apa apa untuk merubahnya. dalam masalah harta, Allah hanya mewajibkan kepada kita untuk berusaha semaksimal mungkin. Bahkan ada hadist yang mencela seseorang yang menikah karena harta dan fisiknya.karena Harta dapat memperbudak dan Fisik dapat mencelakakan.

Rasul pernah bersabda kalau menikah itu adalah sebagain dari kesempurnaan agama. kenapa begitu? Karena seorang Ikhwan yang Shaleh akan menjadi penyempurna agama istrinya, demikian juga Akhwat yang shalehah akan menjadi penyempurna agama suaminya. inilah maksud firman Allah “kalian (laki-laki) menjadi pakaian baginya (istri-istriya) dan kalian (istri) menjadi pakaian baginya (suami). fungsi pakaian adalah saling mentutupi. demikian juga suami istri mereka saling menutupi setiap kekurangan pasangannya. mereka saling mengingatkan bila salah, saling menyemangati bila lelah, saling menasehati bila lupa, dan bahu membahu menggapai ridha Ilahi.

NIKAH BEDA HARAMKAH???

12 Desember 2010

Sepaket Hadiah dari Allah [ Sahabat ]


Sahabat, kaulah yang menaruh bintang dalam mata, hati, dan genggamanku. Kau tak pernah meninggalkanku. Mungkin sesaat aku tak melihatmu di bawah terik matahari. Tapi ketika sampai pada malam, kau selalu di sana menjelma pelita. Di lorong paling gelap dan berdebu. (Abdurrahman Faiz)

"Teman-teman akrab pada hari itu (kiamat) sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertaqwa." (QS. Az-Zukhruf : 67)

Ukhti, aku ingin kita terus berjalan bersampingan di dunia dan akhirat nanti, dengan persahabatan yang senantiasa mengarah pada ketakwaan, karena sahabat sejati bukan hanya sekedar tempat berbagi suka dan lara, tapi juga sebagai penguat iman dan takwa. Karena itulah aku menyebutmu sebagai sepaket hadiah Tuhan untukku.

Ukhti, saat kita dekat, ingatkanlah aku selalu jika ada laku yang mungkin mendatangkan murkaNya. Dan saat kita jauh, selipkanlah selalu aku dalam doa-doamu, semoga kebaikan selalu menaungi kita.

Ukhti, semoga nanti di hari akhir, hari dimana tiada kekuatan melainkan kuasaNya, saat banyak orang yang menjadi bermusuhan dengan karibnya saat di dunia, kita tetap menjadi sahabat. Karena itu, jagalah selalu persahabatan ini agar selalu menapak di atas aturanNya.

"Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau memberi petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia)." (QS. Ali Imran : 8).

10 Desember 2010

Kehidupan

Hidup ini bukanlah arti apa-apa yg berharga. Semua orang bisa hidup jika ia diberi suatu kehidupan. Tapi. apakah semua orang memilki jalan hidup yang sama??

Semua orang diciptakan dengan takdir yg berbeda. Untuk mencapai takdir itu setiap orang juga menempuh jalan hidup yg berbeda dengan cara yg berbeda pula.

Hidup adalah suatu pilihan. Pilihan untuk menjadi seperti apa diri kita, bagaimana cara kita menjalani kehidupan, dan dengan yg seperti apa kita mewarnai hidup kita.

Suatu peluang dalam hidup seperti penambahan waktu yg panjang. Dengan waktu itu seseorang mencoba menghargainya dan menjalaninya, berharap sesuatu akan ia dapatkan. Hanya satu keinginan, menjadi yg terbaik untuk diri sendiri dan orang lain..

Untuk Kawanku yang Sedang Jatuh Cinta

Sahabatku! Telah tak sabar engkau mananti perjumpaan
Dengan dambaan hati
Dan kini engkau tengah dirundung gelisah
Tak tahu melakukan perbuatan yang mesti

Apakah engkau akan menyerahkan jiwamu pada sang kekasih?
Atau kembali ke tempat semula;
Berdiam menanti jawaban darinya
Duduk berpangku tangan?!

Sahabat, sekalipun hatimu sedang tak tenang
Dan api rintihan pilu tengah membakar dunia
Serta menghanguskan segalanya,
Jangan patah hati!

Kuasai diri dan jangan ungkapkan rahasia kerinduanmu
Dengan menampakkan ketidaktenangan
Dan rintihan....

Sebab, engkau pun tahu
Siapa pun yang memandangi mata sang kekasih
Dia akan terpikat
Membudak
Dia tergila-gila padanya
Engkau ini orang yang bernasib mujur
Dan keberuntungan senantiasa menemanimu...

Doa Dalam Sujudku












Aku bertawasul kepadaMu
Menyampaikan keinginan kepadaMu
Mengharap anugerahMu
Menanti pemberianMu
Memohon ampunanMu
Bersimpuh di hadapanMu
Takut kepadaMu
Mengakui segala perbuatanku
Merintih dan mengadu kepadaMu

Aku bermohon kepadaMu
Demi kitab-kitabMu yang suci dan mulia
Yang di dalamNya asmaMu dijunjung tinggi

Tak ada daya dan upaya
Menghadapi kegalauan hati ini
Kecuali daya dan upaya
Yang Engkau anugerahkan kepada para hambaMu
Anugerahilah kemampuan
Bagi hatiku untuk memilih jalan yang terbaik
Yang lurus bagi hidupku
Dan mulia bagi para sahabatku

Ya, Allah
Seandainya dia adalah jodohku
Dekatkanlah dia kepadaku
Seandainya dia sahabatku
Dekatkanlah dia pada jodohnya
Demi kemuliaan wajahMu
Daku memohon pertolongan
Sampaikanlah shalawat dan salamku
Kepada Rasulullah Saw.
Dan keluarganya yang terkasih

Akhwat Sejati

Seorang gadis kecil bertanya kepada Ayahnya, " Abi, ceritakan padaku tentang Akhwat Sejati."
Sang Ayah tersenyum dan menjawab :
    Akhwat sejati bukanlah dilihat dari kecantikan paras wajahnya,
Tetapi dari kecantikan hati yang ada di baliknya
    Akhwat sejati bukanlah dilihat dari bentuk tubuhnya yang mempesona,
Tetapi dari sejauh mana ia menutupi tubuhnya
    Akhwat sejati bukanlah dilihat dari begitu banyaknya kebaikan yang ia berikan,
Tetapi dari keikhlasannya memberikan kebaikan tersebut
    Akhwat sejati bukanlah dilihat dari keahliannya berbahasa,
Tetapi dari bagaimana caranya ia berbicara
    Akhwat sejati bukanlah dilihat dari keberaniannya dalam berpakaian,
Tetapi dari sejauh mana ia berani mempertahankan kehormatannya
    Akhwat sejati bukanlah dilihat dari kekhawatirannya digoda orang dijalan,
Tetapi dari kekhawatiran dirinyalah yang mengundang orang jadi tergoda
    Akhwat sejati bukanlah dilihat dari dari seberapa banyak dan besarnya ujian yang ia jalani,
Tetapi dari sejauh mana ia menghadapi ujian itu dengan penuh rasa syukur
    Akhwat sejati bukanlah dilihat dari sifat supelnya dalam bergaul,
Tetapi dari sejauh mana ia bisa menjaga kehormatan dirinya dalam bergaul
Setelah itu, gadis itu bertanya lagi, “Siapakah yang dapat memenuhi kriteria seperti itu, ya Abi?” Sang Ayah memberinya buku dan berkata, “Pelajari tentang dia.” Sang gadis kecil pun mengambil buku itu. ‘Istri Para Nabi’, judul yang tertulis di buku itu

Muslimah Cantik, Bermahkota Rasa Malu

Muslimah cantik, menjadikan malu sebagai mahkota kemuliaannya…” (SMS dari seorang sahabat)


Membaca SMS di atas,
mungkin pada sebagian orang menganggap biasa saja, sekedar sebait kalimat puitis. Namun ketika kita mau untuk merenunginya, sungguh terdapat makna yang begitu dalam. Ketika kita menyadari fitrah kita tercipta sebagai wanita, mahkluk terindah di dunia ini, kemudian Allah mengkaruniakan hidayah pada kita, maka inilah hal yang paling indah dalam hidup wanita. Namun sayang, banyak sebagian dari kita (kaum wanita) yang tidak menyadari betapa berharganya dirinya. Sehingga banyak dari kaum wanita merendahkan dirinya dengan menanggalkan rasa malu, sementara Allah telah menjadikan rasa malu sebagai mahkota kemuliaannya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إنَّ لِكُلِّ دِينٍ خُلُقًا ، وَإنَّ خُلُقَ الإسْلاَمِ الحَيَاء
“Sesungguhnya setiap agama itu memiliki akhlak dan akhlak Islam itu adalah rasa malu.” (HR. Ibnu Majah no. 4181. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan)
Sabda Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam yang lain,
الحَيَاءُ وَالإيمَانُ قُرِنَا جَمِيعًا ، فَإنْ رُفِعَ أحَدُهُمَا رُفِعَ الآخَر
“Malu dan iman itu bergandengan bersama, bila salah satunya di angkat maka yang lainpun akan terangkat.”(HR. Al Hakim dalam Mustadroknya 1/73. Al Hakim mengatakan sesuai syarat Bukhari Muslim, begitu pula Adz Dzahabi)
Begitu jelas Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam memberikan teladan pada kita, bahwasanya rasa malu adalah identitas akhlaq Islam. Bahkan rasa malu tak terlepas dari iman dan sebaliknya. Terkhusus bagi seorang muslimah, rasa malu adalah mahkota kemuliaan bagi dirinya. Rasa malu yang ada pada dirinya adalah hal yang membuat dirinya terhormat dan dimuliakan.
Namun sayang, di zaman ini rasa malu pada wanita telah pudar, sehingga hakikat penciptaan wanita (yang seharusnya) menjadi perhiasan dunia dengan keshalihahannya, menjadi tak lagi bermakna. Di zaman ini wanita hanya dijadikan objek kesenangan nafsu. Hal seperti ini karena perilaku wanita itu sendiri yang seringkali berbangga diri dengan mengatasnamakan emansipasi, mereka meninggalkan rasa malu untuk bersaing dengan kaum pria.
Allah telah menetapkan fitrah wanita dan pria dengan perbedaan yang sangat signifikan. Tidak hanya secara fisik, tetapi juga dalam akal dan tingkah laku. Bahkan dalam Al Qur’an surat Al Baqarah ayat 228 yang artinya; ‘Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang sepatutnya’, Allah telah menetapkan hak bagi wanita sebagaimana mestinya. Tidak sekedar kewajiban yang dibebankan, namun hak wanita pun Allah sangat memperhatikan dengan menyesuaikan fitrah wanita itu sendiri. Sehingga ketika para wanita menyadari fitrahnya, maka dia akan paham bahwasanya rasa malu pun itu menjadi hak baginya. Setiap wanita, terlebih seorang muslimah, berhak menyandang rasa malu sebagai mahkota kemuliaannya.
Sayangnya, hanya sedikit wanita yang menyadari hal ini…
Di zaman ini justeru banyak wanita yang memilih mendapatkan mahkota ‘kehormatan’ dari ajang kontes-kontes yang mengekspos kecantikan para wanita. Tidak hanya sebatas kecantikan wajah, tapi juga kecantikan tubuh diobral demi sebuah mahkota ‘kehormatan’ yang terbuat dari emas permata. Para wanita berlomba-lomba mengikuti audisi putri-putri kecantikan, dari tingkat lokal sampai tingkat internasional. Hanya demi sebuah mahkota dari emas permata dan gelar ‘Miss Universe’ atau sejenisnya, mereka rela menelanjangi dirinya sekaligus menanggalkan rasa malu sebagai sebaik-baik mahkota di dirinya. Naudzubillah min dzaliik…
Apakah mereka tidak menyadari, kelak di hari tuanya ketika kecantikan fisik sudah memudar, atau bahkan ketika jasad telah menyatu dengan tanah, apakah yang bisa dibanggakan dari kecantikan itu? Ketika telah berada di alam kubur dan bertemu dengan malaikat yang akan bertanya tentang amal ibadah kita selama di dunia dengan penuh rasa malu karena telah menanggalkan mahkota kemuliaan yang hakiki semasa di dunia.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُونَ بِهَا النَّاسَ وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيلاَتٌ مَائِلاَتٌ رُءُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لاَ يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلاَ يَجِدْنَ رِيحَهَا وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ كَذَا وَكَذَا
Ada dua golongan dari penduduk neraka yang belum pernah aku lihat: [1] Suatu kaum yang memiliki cambuk seperti ekor sapi untuk memukul manusia dan [2] para wanita yang berpakaian tapi telanjang, berlenggak-lenggok, kepala mereka seperti punuk unta yang miring. Wanita seperti itu tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya, walaupun baunya tercium selama perjalanan sekian dan sekian.” (HR. Muslim no. 2128) Di antara makna wanita yang berpakaian tetapi telanjang adalah wanita yang memakai pakaian tipis sehingga nampak bagian dalam tubuhnya. Wanita tersebut berpakaian, namun sebenarnya telanjang. (Lihat Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 17/191)
Dalam sebuah kisah, ‘Aisyah radhiyyallahu ‘anha pernah didatangi wanita-wanita dari Bani Tamim dengan pakaian tipis, kemudian beliau berkata,
إن كنتن مؤمنات فليس هذا بلباس المؤمنات وإن كنتن غير مؤمنات فتمتعينه
“Jika kalian wanita-wanita beriman, maka (ketahuilah) bahwa ini bukanlah pakaian wanita-wanita beriman, dan jika kalian bukan wanita beriman, maka silahkan nikmati pakaian itu.” (disebutkan dalam Ghoyatul Marom (198). Syaikh Al Albani mengatakan, “Aku belum meneliti ulang sanadnya”)
Betapa pun Allah ketika menetapkan hijab yang sempurna bagi kaum wanita, itu adalah sebuah penjagaan tersendiri dari Allah kepada kita—kaum wanita—terhadap mahkota yang ada pada diri kita. Namun kenapa ketika Allah sendiri telah memberikan perlindungan kepada kita, justeru kita sendiri yang berlepas diri dari penjagaan itu sehingga mahkota kemuliaan kita pun hilang di telan zaman?
فَبِأَيِّ آَلَاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ
Nikmat Rabb-mu yang manakah yang kamu dustakan?” (QS. Ar Rahman: 13)
Wahai, muslimah…
Peliharalah rasa malu itu pada diri kita, sebagai sebaik-baik perhiasan kita sebagai wanita yang mulia dan dimuliakan. Sungguh, rasa malu itu lebih berharga jika kau bandingkan dengan mahkota yang terbuat dari emas permata, namun untuk mendapatkan (mahkota emas permata itu), kau harus menelanjangi dirimu di depan public.
Wahai saudariku muslimah…
Kembalilah ke jalan Rabb-mu dengan sepenuh kemuliaan, dengan rasa malu dikarenakan keimananmu pada Rabb-mu…